Beranda | Artikel
Masalah Dalam Pinangan
Minggu, 13 Juni 2004

MASALAH DALAM PEMINANGAN.

Oleh
Abu Hafsh Usamah bin Kamal bin Abdir Razzaq

Sudah menggejala di tengah umat Islam mengenai keluarnya peminang bersama wanita pinangannya tanpa akad, dan mereka duduk berduaan. Perhatikan, apa yang terjadi akibat perbuatan ini? Oleh karena itu, untuk menambah manfaat, kami merasa perlu meletakkan beberapa pertanyaan yang berisikan jawaban sebagian ulama mengenai hal itu:

1. Hubungan Kasih Sayang Sebelum Pernikahan (Pacaran).
Yang mulia Syaikh Muhammad bin Shalih al-‘Utsaimin rahimahullah ditanya: “Apa pandangan agama tentang hubungan sebelum perkawinan (pacaran)?”

Beliau menjawab: “Pernyataan penanya “sebelum menikah”, jika yang dia dimaksud adalah sebelum “mencampuri” dan sesudah akad, maka ini tidak berdosa. Karena dengan akad, ia sudah menjadi isterinya, meskipun belum melakukan persetubuhan. Adapun sebelum akad, pada saat lamaran atau sebelum itu, maka ini diharamkan dan tidak dibolehkan. Tidak boleh seseorang bermesraan bersama wanita yang bukan isterinya, baik berbicara, memandang maupun berduaan. Diriwayatkan dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, bahwa beliau bersabda:

لاَ يَخْلُوْنَ رَجُلٌ بِامْرَأَةٍ إِلاَّ مَعَ ذِيْ مَحْرَمٍ، وَلاَ تُسَافِرُ امْرَأَةٌ إِلاَّ مَعَ ذِيْ مَحْرَمٍ.

‘Janganlah seseorang berduaan dengan seorang wanita kecuali bersama mahramnya, dan janganlah wanita bepergian kecuali bersama mahramnya.’[1]

Walhasil, jika berkumpul ini setelah akad, maka tidaklah ber-dosa. Jika ini dilakukan sebelum akad walaupun setelah peminangan dan pinangannya diterima, maka ini (pun) tidak boleh. Perbuatan ini haram baginya, karena wanita ini masih tergolong orang lain, hingga ia mengikatnya (dengan ikatan pernikahan).”[2]

2. Hukum Peminang Duduk Bersama Wanita Pinangannya.
Yang mulia Syaikh Muhammad bin Shalih al-‘Utsaimin rahimahullah ditanya: “Aku telah meminang wanita dan aku membacakan ke-padanya 20 juz al-Qur-an selama masa peminangan, alhamdulillaah. Aku duduk bersamanya dengan keberadaan mahram, sedangkan ia tetap memakai hijab syar’i, alhamdulillaah, dan duduk kami tidak keluar dari pembicaraan agama atau membaca al-Qur-an, dan juga waktu duduk tersebut sangatlah pendek; apakah ini kesalahan menurut syari’at?”

Beliau menjawab: “Ini tidak sepatutnya dilakukan. Karena pada umumnya perasaan seseorang bahwa teman duduknya adalah pinangannya dapat membangkitkan syahwatnya. Luapan syahwat kepada selain isteri dan sahaya wanitanya adalah haram, dan segala apa yang dapat membawa kepada keharaman adalah haram.”[3]

3. Sekedar Dipinang Tidak Dilarang Menikahkannya dengan Selain Peminang.
Syaikh Muhammad bin Ibahim Alusy Syaikh rahimahullah ditanya tentang seseorang yang datang dengan membawa saudara perempuan sekandungnya, sedangkan dia telah dipinang oleh seorang pria di negerinya, Yaman. Hari itu saudaranya ingin menikahkannya di Tha-if; apakah sah menikahkannya padahal dia telah dipinang?

Beliau menjawab: “Alhamdulillaah, selagi wanita ini belum dipertalikan dengan pria yang melamarnya dengan akad pernikahan, maka sekedar lamarannya saja kepadanya tidak menghalanginya untuk menikahkannya dengan selainnya.”[4]

[Disalin dari kitab Isyratun Nisaa Minal Alif Ilal Yaa, Penulis Abu Hafsh Usamah bin Kamal bin Abdir Razzaq. Edisi Indonesia Panduan Lengkap Nikah Dari A Sampai Z, Penerjemah Ahmad Saikhu, Penerbit Pustaka Ibnu Katsir – Bogor]
_______
Footnote
[1].Telah disebutkan takhrijnya sebelumnya.
[2]. Al-Muslimuun (hal. 10).
[3]. Faatawaa asy-Syaikh Ibni ‘Utsaimin (II/748).
[4]. Fataawaa wa Rasaa-il Samahatisy Syaikh Muhammad bin Ibrahim Alusy Syaikh (X/56-57).


Artikel asli: https://almanhaj.or.id/812-masalah-dalam-pinangan.html